Minggu, 26 Maret 2017

Pengertian Ahli Waris Menurut Hukum Islam

Pengertian Ahli Waris Menurut Hukum Islam
Pengertian Ahli Waris Menurut Hukum Islam
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Definisi Ahli Waris adalah orang-orang yang karena sebab (keturunan, perkawinan/perbudakan) berhak mendapatkan bagian dari harta pusaka orang yang meninggal dunia.

Tetapi jangan salah, karena tidak semua yang dikategorikan keluarga adalah otomatis tergolong ahli waris. Dari sisi hubungan kekeluargaan, terdapat dua macam perbedaan status hak waris: 1. Ahli Waris: Keluarga yang saling mewarisi. 2. Ulul Arhaam: Mempunyai hubungan keluarga tapi tidak saling mewarisi langsung; atau dengan kata lain, dia mewarisi jika tidak ada golongan Ahli waris.
1. Syarat Menerima Waris
Pewaris telah meninggal. Orang yang mewariskan hartanya telah meninggal dunia baik secara hakiki maupun secara hukum. Dasarnya adalah firman Allah Ta'ala: إِنِ ٱمۡرُؤٌاْ هَلَكَ لَيۡسَ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَلَهُ ۥۤ أُخۡتٌ۬ فَلَهَا نِصۡفُ مَا تَرَكَ‌ۚ " ... jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya,..."(Q.S.An-Nisa: 176). Kematian hakiki dapat diketahui dengan menyaksikan langsung atau dengan berita yang sudah masyhur, atau dengan persaksian dua orang yang dapat dipercaya. Adapun kematian secara hukum seperti orang yang menghilang dan pencariannya sudah melewati batas waktu yang ditentukan, maka kita hukumi ia sudah meninggal berdasarkan dugaan yang disejajarkan dengan keyakinan (kepastian) manakala kepastian tidak didapatkan, dasarnya adalah perbuatan para sahabat.
Ahli waris masih hidup ketika orang yang mewariskan hartanya meninggal walaupun hanya sekejap, baik secara hakiki maupun secara hukum. Hal ini dikarenakan Allah menyebutkan dalam ayat waris hak-hak ahli waris dengan menggunakan huruf lam yang menunjukkan hak milik dan hak milik tidak mungkin ada kecuali untuk orang yang masih hidup. Masih hidup secara hakiki diketahui dengan menyaksikan langsung, atau dengan berita yang sudah masyhur atau dengan persaksian 2 orang yang dapat dipercaya. Adapun secara hukum, contohnya janin mewarisi harta pusaka jika jelas keberadaannya ketika orang yang mewariskan hartanya meninggal, walaupun janin tersebut belum bernyawa. Dengan syarat bayi tersebut lahir dalam keadaan hidup.
Mengetahui sebab menerima harta warisan. Karena warisan didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu.Seperti bertalian sebagai anak, orang tua, saudara, suami-isteri, wala' dan yang semisalnya. Jika kita tidak dapat memastikan kriteria ini, maka kita tidak dapat menetapkan hukum-hukum yang didasarkan kepada kriteria itu. Sebab diantara syarat penetapan hukum adalah keakuratan sasarannya.Oleh karena itu, tidak boleh menetapkan suatu hukum terhadap sesuatu kecuali setelah mengetahui adanya sebab dan syaratnya, serta tidak ada penghalangnya.

2. Ahli Waris Dari Golongan Laki-Laki:
Anak Laki-laki
Cucu Laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki) dan seterusnya, buyut laki-laki.......
Bapak / ayah
Kakek (bapaknya bapak) dan seterusnya ke atas
Saudara laki-laki sekandung.
Saudara laki-laki sebapak.
Saudara laki-laki se-ibu.
Keponakan laki-laki sekandung (anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung).
Keponakan laki-laki sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak).
Paman sekandung (saudara sekandung bapak).
Paman sebapak (saudar sebapak-nya bapak).
Sepupu laki-laki sekandung (anak laki-laki paman sekandung).
Sepupu laki-laki sebapak ( anak laki-laki paman yang sebapak).
Suami.
Laki-laki yang memerdekakan budak (al-mu'tiq).

3. Ahli Waris Dari Golongan Perempuan:
Anak perempuan.
Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki).
Ibu / bunda / mama / mami / emak /biyung dan sejenisnya.
Nenek dari ibu (ibunya ibu), dan seterusnya ke atas.
Nenenk dari bapak (ibunya bapak), dan seterusnya ke atas.
Saudara perempuan sekandung.
Saudara perempuan sebapak.
Saudara perempuan se-ibu.
Isteri.
Perempuan yang memerdekakan (al-Mu'tiqah).

4. Ulul/Dzawil Arham
Adalah Keluarga Yang Tidak Mendapat Bagian warisan (fard atau 'ashabah) Jika Masih Ada Ahli Waris Diatas, Mereka terdiri dari:
Kakek dari garis ibu (bapaknya ibu).
Neneknya ibu (ibu punya bapak punya ibu).
Cucu dari anak perempuan; baik jenisnya cucu laki-laki ataupun perempuan.
Keponakan perempuan (anak saudara laki-laki sekandung, sebapak ataupun se-ibu).
Keponakan perempuan (anak saudara perempuan sekandung atau se-ibu).
Paman se-ibu (saudaranya bapak satu ibu lain bapak).
Saudaranya kakek se-ibu.
Sepupu perempuan (anak dari paman: sekandung, sebapak/se-ibu).
Bibi / tante (saudara perempuannya bapak, bibinya bapak, bibinya kakek, seterusnya ke atas.)
Mamak dan mami (saudara laki-laki dan perempuan dari ibu; baik sekandung, sebapak, atau se-ibu).
Mamak dan mami-nya bapak, mamak dan mami-nya kakek.
Anaknya paman se-ibu, sampai ke bawah.
Anaknya bibi walaupun jauh.
Anaknya mamak dan mami walaupun jauh.
Para ulama berbeda pendapat tentang posisi dzawil arham sebagai ahli waris:
1. Mereka tidak mendapatkan warisan (Pendapat Malik dan Asy-Syafi'i).
2. Mereka mendapatkan warisan dengan syarat selama tidak ada ahli waris yang mendapat bagian 'ashabah dan fardh. (Pendapat Abu Hanifah, Ahmad, pendapat ini juga diriwayatkan dari 'Umar, 'Ali, Abu Ubaidah, 'Umar bin Abdul 'Azis, 'Atha' dll. Inilah pendapat yang benar berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَأُوْلُواْ ٱلۡأَرۡحَامِ بَعۡضُہُمۡ أَوۡلَىٰ بِبَعۡضٍ۬ فِى كِتَـٰبِ ٱللَّهِ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمُۢ ...
... Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya [daripada yang kerabat] di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Anfal: 75).

Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
"Putera saudara perempuan suatu kaum termasuk kaum itu sendiri." (H.R. Bukhari (3528) dan Muslim (no.1095)).
Demikian juga berdasarkan sabda Rasulullah saw.
"Paman dari pihak ibu adalah pewaris bagi (mayit) yang tidak mempunyai ahli waris. Dia juga yang membayarkan diyatnya dan mewarisinya." (H.R. Ahmad (IV/131) Abu Dawud (2899) dan Ibnu Majah (2737).
Nash-nash al-Qur'an dan as-Sunnah mencantumkan bahwa dzawul arhaam mendapat bagian warisan, baik dijelaskan secara global seperti ayat di atas maupun dengan menyebutkan individu mereka sebagaiamana yang tercantum dalam hadits, maka dari sini, pendapat yang mengatakan mereka mendapatkan bagian waris, terbagi kepada 3 pendapat lagi:
1. Berdasarkan kedekatan derajat perorangan. Barangsiapa diantara mereka yang lebih dekat posisinya dengan ahli waris, maka merekalah yang lebih berhak mendapatkan warisan dari si mayit dari jalur manapun.
2. Berdasarkan jihat (jalur) yang paling dekat. Ini pendapat Abu Hanifah, ia menetapkan 4 jalur: 1.Jalur bunuwwah (anak-anak dan seterusnya), 2. Jalur ubuwwah (ayah dan seterusnya ke atas), 3. Jalur ukhuwwah (saudara-saudara), dan 4. 'umummah (paman). Jika jalur yang lebih dekat mendapat waris, maka yang lebih jauh tidak mendapatkan apa-apa.
3. Berdasarkan tanziil (mempposisikan) yakni masing-masing dzawil arhaam turun menempati posisi ahli waris yang menghubungkan mereka dengan mayit, lantas harta warisan dibagi diantara ahli waris yang menghubungkan mereka dengan mayit. Setelah itu barulah hasilnya diberikan kepada dzawil arhaam yang turun menempati posisi mereka. Ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad.
5. Urutan Golongan Yang Berhak Menerima Waris:
Jika ketika harta waris hendak dibagikan, sementara golongan ahli waris begitu banyaknya, kepada golongan manakah pembagian itu diprioritaskan ? mengenai masalah ini terjadi beberapa perbedaan pendapat para ulama karena tidak adanya nash yang tegas, berikut saya paparkan beberapa diantaranya:

urutan penerima waris
Urutan Penerima Waris
6. Ikhtisar Ilmu Fara'idh Ringkas                                                            
Tabel ilmu fara'idh
Ilmu Fara'idh Dalam Ikhtisar
Demikianlah hukum-hukum Allah ditetapkan, jika ada yang hendak ditanyakan, didiskusikan atau dikomentari, silakan tulis di bawahnya, insyaallah bermanfaat buat kita bersama, amin.
Cobalah berlatih membagi waris sendiri dengan download di Microsoft excel anda, klik Software Pembagi Waris..
Ingin konsultasi waris online ? klik di sini.
                                           ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ                
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Semoga bermanfaat.
Sumber:
Ilmu Faraidh, A.Hasan
Panduan Praktis Hukum Waris Menurut Al-Qur'an dan Sunnah, M.bin Shalih al-Utsaimin, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir.
***
* Maulal muwalah hanya dianut Abu Hanifah, sementara jumhur ulama tidak menganggap golongan ini sebagai menjadi sebab penerima warisan.

QIRAD ATAU SYIRKAH MUDARABAH

QIRAD ATAU SYIRKAH MUDARABAH

Qirad merupakan salah satu jenis muamalah yang juga sering terjadi dalam masyarakat. Berikut akan di bahas beberapa masalah,yang meliputi pengertian qirad,hukum qirad,qirad sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat miskin,rukun dan syarat qirad, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam qirod, dan macam-macam qirod.
A. Pengertian Qirod
Qirad ialah kerja sama dalam bentuk pinjaman modal tanpa bunga dengan perjanjian bagi hasil. Biasanya qirad dilakukan pemilik modal ( baik perorangan maupun lembaga ) dengan orang lain yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menjalankan suatu usaha. Besar atau kecilnya bagian tergantung pada pemufakatan kedua belah pihak,yang penting tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Apabila qirad menyangkut uang yang cukup besar,sebaiknya diadakan perjanjian tertulis dan dikuatkan dua orang saksi yang disetujui oleh kedua belah pihak.
B. Hukum Qirad
Hukum qirad adalah Mubah. Rasulullah sendiri pernah mengadakan qirad dengan siti Khadijah ( sebelum menjadi istri beliau ) sewaktu berniaga ke negri Syam. Dalam kenyataan hidup, aa beberapa orang yang memiliki modal, tetapi tidak mampu atau tidak sempat mengembangkannya. Sementara itu, ada yang memiliki kesempatan dan kemampuan berusaha,tetapi tidak memiliki modal. Islam memberi kesempatan kepada keduanya untuk mengadakan kerja sama dalam bentuk qirad.
C. Qirad sebagai salah satu bentuk peduli terhadap masyarakat miskin
Dalam kenyataan hidup sehari-hari,qirad dapat membantu sebagian masyarakat miskin dalam upaya mencukupi kebutuhan hidupnya. Modal yang dipinjam tersebut dapat digunakan untuk usaha sesuai bakat dan kemampuan peminjam. Bagi pemilik modal,qirod merupakan bukti kepedulian kepada masyarakat miskin. Rasulullah bersabda “ Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada muslim yang lain dengan dua kali pinjaman,kecuali perbuatan itu seperti sedekah satu kali.(H.R.Ibnu Majah ).
D. Rukun dan Syarat Qirad
Qirad bisa berlangsung apabila terpenuhi Rukun dan Syarat.
1. Rukun
a. Pemilik dan penerima modal
b. Modal
c. Pekerjaan
d. Keuntungan
2. Syarat
Adapun syarat-syaratnya adalah harus dewasa,sehat akal, dan sama-sama rela,harus diketahui secara jelas (jumlahnya) baik oleh pemilik maup[un penerima modal, sesuai bakat dan kemampuannya. Pemilik modal perlu mengetahui jenis pekerjaan tersebut. Besar atau kecilnya bagian keuntungan hendaknya dibicarakan saat mengadakan perjanjian.
E. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam qirad
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah qirad antara lain sebagai berikut:
1. Penerima dan pemilik modal harus saling mempercayai dan dapat dipercaya.
2. penerima modal harus bekerja secara hati-hati.dalam mencukupi kebutuhan pribadi,hendaknya tidak menggunakan modal.
3. perjanjian antara pemilik dan penerima modal hendaknya dibuat sejelas mungkin.jika dipandang perlu,dicarikan saksi yang disetujui oleh kedua belah pihak.
4. jika terjadi kehilangan atau kerusakan diluar kesengajaan penerima modal,hendaknyaditanggung oleh sipemilik modal.
5. jika terjadi kerugian, hendaknya ditutyp dengan keuntungan yang lalu. Jika tidak ada, hendaknya kerugian itu ditanggung oleh pemilik modal.
F. Macam-macam qirad
Qirad dapat dilakukan oleh perorangan,dapat pula dilakukan oleh organisasi atau lembaga lain dengan nasabahnya. Dalam kehidupan modern,qirad dapat berupa kredit candak kulak,KPR,dan KMKP.
1. Kredit Candak Kulak
Kredit candak kulak ialah pinjaman modal yang diberikan kepada para pedagang kecil dengan sistem pengembalian sekali dalam seminggu dan tanpa tanggungan atau jaminan.biasanya kredit candak kulak dilakukan oleh KUD. Kredit jenis ini bertujuan untuk membantu masyarakat kecil agar dapat memiliki jenis usaha tertentu, misalnya berjualan makanan ringan,membuat tempe kedelai,atau usaha lain yang memerlukan biaya relatif ringan. Dengan cara seperti ini, diharapkan mereka pada saat nanti dapat terangkat dari masyarakat prasejahtera menjadi sejahtera dan tidak menggantungkan nasibnya kepada orang lain.
2. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
KPR bertujuan untuk membantu masyarakat yang belum memiliki rumah. Bank menyediakan fasilitas berupa perumahan,dari yang bertipe sederhana hingga mewah.Masyarakat yang berminat untuk memiliki rumah tersebut diwajibkan membayar uang muka yang besarnya bervariasi, sesuai dengan tipe rumahyang diinginkan. Selanjutnya,pada jangka waktu tertentu orang itu membayar angsuran sesuai dengan perjanjian yang dibuat kedua belah pihak. Dengan demikian, diharapkan masyarakat tidak terlalu berat untuk memiliki rumah.
3. Kredit Modal Karya Permanen (KMKP)
KMKP dilaksanakan baik oleh bank negara maupun bank swasta. Pada saat ini, kredit jenis ini sudah tidak ada, yang ada sekarang adalah KUK (Kredit Usaha kecil). Kredit ini hanya melayani masyarakat yang sudah mampu sehingga lebih bersifat pengembangan usaha yang sudah ada. Oleh sebab itu sasaran yang dibina juga terbatas.
G. Hikmah Qirad
Antara lain:
a. Terwujudnya tolong menolong sebab tidak jarang orang yang punya modal Tetapi tidak punya keahlian berdagang atau sebaliknya punya keahlian berdagang tetapi tidak punya modal.
b. Salah satu perilaku ibadah yang lebih mendekatkan diri pada rahmat Allah karena dapat melepaskan kesulitan orang lain yang sangat membutuhkan pertolongan.
c. Bagi yang mengqiradkan akan diberikan pahala dan kemudahan oleh Allah baik urusan dunia maupunurusan akhirat.
d. Terciptanya kerjasama antara pemberi modal dan pelaksanaan yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan memperkembangkan perekonomian ummat.
e. Terbinanya pribadi-pribadi yang taaluf (rasa dekat) antara keduanya
f. Yang memberikan pinjaman modal akan mendapat unggulan pahala hingga delapan belas kali lipat bisa dibandingkan dengan sedekah hanya sepuluh kali.

Pinjam Meminjam yang Sesuai Aturan Islam


Pinjam Meminjam yang Sesuai Aturan Islam


Untuk mengawali uraian tentang pinjam meminjam yang sesuai dengan ajaran islam, akan diawali dari pengertian pinjam meminjam. Perlu kita ketahui bahwa pinjam meminjam dalam bahasa arab dikenal dengan sebutan 'ariyah yang artinya adalah pinjam. Sedangkan pengertian menurut istilah syari'at islam pinjam meminjam adalah akad atau perjanjian yang berupa pemberian manfaat dari suatu benda yang halal dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan tidak mengurangi ataupun merubah barang tersebut dan nantinya akan dikembalikan lagi setelah diambil manfaatnya.

Dari pengertian di atas, maka esensi yang kita ambil dari pengertian pinjam meminjal adalah bertujuan untuk tolong menolong di atara sesama manusia. Dalam hal pinjam meminjam adalah tolong menolong melalui dan dengan cara meminjamkan suatu benda yang halal untuk di ambil manfaatnya.

Dalil dari al-Qur'an, Allah berfirman di dalam surat Al- Ma'idah ayat 2 yang berbunyi:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ 
   
Artinya: "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong berbuat dosa dan permusuhan." (Q.S. Al- Maidah: 2)
Juga dalil dalam Hadits Nabi Rasulullah saw. bersabda yang Artinya:

"Dan Allah menolong hamba-Nya selama hamba itu mau menolong saudaranya. ”

Dalam yang spesifik mengenai pinjam meminjam adalah hadits lain Rasulullah saw. bersabda yang artinya :

"Dari Abu Umamah r.a. dari Nabi saw. beliau bersabda: Pinjaman itu harus dikembalikan dan orang yang meminjam adalah yang berutang. Dan utang itu dibayar." (H.R. At-Turmudzi)

Hukum Pinjam Meminjam menurut islam

Terdapat beberapa macam hukum pinjam meminjam, yaitu sebagai berikut :'
  • Hukum pinjam meminjam adalah Sunnah. Ini adalah hukum asal dari pinjam-meminjam. Suatu contoh misalnya seseorang minjamkan sepeda kepada orang lain untuk ke pasar.
  • Hukum pinjam meminjam adalah Wajib. Hal ini berlaku manakala orang yang meminjam itu sangat membutuhkan pertolongan dari peminjam. Contohnya adalah meminjamkan pisau untuk memotong kambing yang hampir mati, dan lain sebagainya.
  • Hukum pinjam meminjam adalah haram. Hal ini berlaku manakala tujuan dari pinjam meminjam adalah untuk keperluan dan tujuan kemaksiatan. Contohnya adalah meminjamkan pisau untuk membunuh orang lain. Dimana membunuh orang adalah merupakan dosa besar.
Rukun Pinjam-Meminjam

Rukun pinjam meminjam adalah merupakan syarat-syarat atau ketentuan yang harus dan wajib dilaksanakan agar pinjam meminjam ini menjadi sah dan sesuai dengan ajaran islam. Rukun pinjam meminjam antara lain meliputi 4 hal yaitu : 

1. Orang yang Meminjamkan. Bagi orang yang meminjamkan diisyaratkan:
  • Berhak berbuat baik dan Tidak ada paksaan atau tidak ada yang meng­halanginya. Orang yang dipaksa untuk meminjamkan atau anak kecil maka tidak sah meminjamkan.
  • Barang yang dipinjamkan adalah merupakan barang milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang meminjam­kannya sehingga disebut benda halal.
2. Orang yang Meminjam. Bagi orang yang meminjam disyaratkan:
  • Berhak menerima kebaikan sehingga dia akan mendapatkan manfaat dari benda atau barang yang dipinjam.
  • Hanya mengambil manfaat dari barang atau benda halal yang dipinjam.
3. Barang atau benda yang dipinjam. Benda yang dipinjam harus mempunyai syarat-syarat :
  • Ada manfaatnya.
  • Barang itu kekal yang artinya tidak habis sesudah diambil manfaatnya. Oleh karena itu, makanan yang telah dimanfaatkan akan menjadi habis atau kurang zatnya. Jadi, tidak boleh dipinjamkan.
4. Akad yaitu Ijab Kabid

Pinjam-meminjam akan berakhir manakala barang yang dipinjam oleh peminjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada yang meminjamkan (yang memilikinya). Pinjam-meminjam juga harus berakhir manakala salah satu dari dua belah pihak (peminjam dengan yang meminjamkan) meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam dapat diminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam-meminjam bukan merupakan perjanjian yang tetap.

Apabila terjadi suatu perselisihan pendapat antara yang meminjam dan yang meminjamkan barang tentang keadaan barang itu sudah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan adalah yang meminjamkan harus dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan pada hukum asalnya yang belum dikembalikan.

Kewajiban Peminjam

Bagi orang yang meminjam atau peminjam mempunyai kewajiban-kewajiban dalam pinjam meminjam sebagai berikut :
  • Mengembalikan barang yang dipinjam tersebut kepada pemiliknya jika telah selesai.
Rasulullah SAW bersabda yang Artinya: "Pinjaman itu wajib dikembalikan dan yang meminjam sesuatu harus membayar. ” (H.R. Abu Dawud)
  •  Mengganti apabila barang itu hilang atau rusak yang dikarenakan sebab oleh peminjam.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Shofwan bin Umayyah, bahwa Nabi saw. pada waktu perang Hunain meminjamkan beberapa buah baju perang kepada Shofwan. Ia bertanya kepada Rasulullah saw., apakah ini pengambilan paksa wahai Rasulullah? "Rasulullah saw. menjawab: "Bukan, tetapi adalah pinjaman yang dijamin (akan diganti apabila rusak atau hilang." (H.R. Abu Dawud)
  • Merawat barang yang dipinjam dengan baik selama berada di tangan peminjam. Rasulullah saw. bersabda yang artinya :
Artinya:"Kewajiban peminjam merawat apa yang dipinjamnya sehingga ia kembalikan barang itu." (H.R. Ahmad)
Uraian di atas adalah wajib kita laksanakan terutama rukun dan syarat dalam transaksi pinjam meminjam antara satu orang dengan orang yang lain dengan tujuan tolong menolong untuk mendapatkan manfaat dari barang yang dipinjam oleh peminjam yang membutuhkan pinjaman

Tashrif Lughawi Fi'il Madhi: Tabel dan contoh tashrif lengkap fi'il madhi

Tashrif Lughawi Fi'il Madhi: Tabel dan contoh tashrif lengkap fi'il madhi

Sewaktu belajar kitab Durusul lughah, saya telah mencatat tentang tashrif fi'il madhi. Pada pelajaran tersebut, pola fi'il yang menjadi contoh untuk ditashrif adalah fi'il yang berpola فَعَلَ  (fa'ala).
Contoh fi'il yang berpola fa'ala ( فَعَلَ  ) yang dijelaskan pada pelajaran tersebut adalah ذَهَبَ (dzahaba).
Pada posting kali ini, saya mendokumentasikan tashrif fi'il madhi lengkap untuk fi'il yang berpola فَعِلَ (fa'ila) dan fi'il yang berpola فَعُلَ (fa'ula).
Contoh fi'il lain yang berpola فَعَلَ  (fa'ala):

كَفَرَ (kafara) yang artinya menolak, ingkar, kufur.
نَظَرَ (nazhara) yang artinya melihat.
دَخَلَ (dakhala) yang artinya masuk.
Contoh fi'il yang berpola فَعِلَ  (fa'ila) :
سَمِعَ (sami'a) artinya adalah mendengar.
شَرِبَ (syariba) artinya adalah minum.
حَزِنَ (hazina) artinya adalah bersedih.
Contoh fi'il yang berpola فَعُلَ (fa'ula) :

كَرُمَ (karuma) artinya pemurah.
بَعُدَ (ba'uda) artinya menjadi jauh.
حَسُنَ (hasuna) artinya baik.

Tashrif Lughawi Fi'il Madhi untuk fi'il berpola فَعَلَ (fa'ala)

a. مذكر غائب (mudzakkar ghaaib) atau kata ganti orang ketiga untuk laki-laki.
هُوَ = فَعَلَ 
هُمَا = فَعَلاَ
هُمْ = فَعَلُوْا 
b. مؤنث غائب (muannats ghaaib) atau kata ganti orang ketiga untuk perempuan.
هِيَ = فَعَلَتْ 
هُمَا = فَعَلَتَا 
هُنَّ = فَعَلْنَ
c. مذكر  مخاطب (mudzakkar mukhaatab) = kata ganti orang kedua laki-laki.
اَنْتَ = فَعَلْتَ 
أَنْتُمَا = فَعَلْتُمَا 
أَنْتُمْ = فَعَلْتُمْ 
d. مؤنث مخاطب (muannats mukhaatab) = kata ganti orang kedua perempuan.
أَنْتِ = فَعَلْتِ 
أَنْتُمَا  = فَعَلْتُمَا
أَنْتُنَّ = فَعَلْتُنَّ 
e. متكلّم = orang pertama (untuk laki-laki dan perempuan).
أَنَا = فَعَلْتُ 
نَحْنُ = فَعَلْنَا 

Tashrif Lughawi fi'il madhi untuk fi'il yang berpola فَعِلَ (fa'ila)

14 tashrif fiil madhi lengkap
Untuk fi'il yang berpola fa'ila, saya akan ambil contoh fi'il سَمِعَ (sami'a).
a. مذكر غائب (mudzakkar ghaaib) atau kata ganti orang ketiga untuk laki-laki.
هُوَ = سَمِعَ  
هُمَا = سَمِعَا 
هُمْ = سَمِعُوْا  
b. مؤنث غائب (muannats ghaaib) atau kata ganti orang ketiga untuk perempuan.
هِيَ = سَمِعَتْ  
هُمَا = سَمِعَتَا 
هُنَّ = سَمِعْنَ
c. مذكر  مخاطب (mudzakkar mukhaatab) = kata ganti orang kedua laki-laki.
اَنْتَ = سَمِعْتَ 
أَنْتُمَا = سَمِعْتُمَا 
أَنْتُمْ = سَمِعْتُمْ 
d. مؤنث مخاطب (muannats mukhaatab) = kata ganti orang kedua perempuan.
أَنْتِ = سَمِعْتِ 
أَنْتُمَا  = سَمِعْتُمَا
أَنْتُنَّ = سَمِعْتُنَّ 
e. متكلّم = orang pertama (untuk laki-laki dan perempuan).
أَنَا = سَمِعْتُ 
نَحْنُ = سَمِعْنَا 

Tashrif Lughawi fi'il madhi untuk kata kerja berpola fa'ula (فَعُلَ)

tabel 14 tashrif lughawi fi'il madhi secara lengkap
Contoh kata kerja yang mempunyai pola فَعُلَ (fa'ula) adalah بَعُدَ (ba'uda)
Tashrif lughawi dari fi'il بَعُدَ  (ba'uda) adalah:
a. مذكر غائب (mudzakkar ghaaib) atau kata ganti orang ketiga untuk laki-laki.
هُوَ = بَعُدَ   
هُمَا = بَعُدَا 
هُمْ = بَعُدُوْا  
b. مؤنث غائب (muannats ghaaib) atau kata ganti orang ketiga untuk perempuan.
هِيَ = بَعُدَتْ  
هُمَا = بَعُدَتَا 
هُنَّ = بَعُدْنَ
c. مذكر  مخاطب (mudzakkar mukhaatab) = kata ganti orang kedua laki-laki.
اَنْتَ = بَعُدْتَ 
أَنْتُمَا = بَعُدْتُمَا 
أَنْتُمْ = بَعُدْتُمْ 
d. مؤنث مخاطب (muannats mukhaatab) = kata ganti orang kedua perempuan.
أَنْتِ = بَعُدْتِ 
أَنْتُمَا  = سَمِعْتُمَا
أَنْتُنَّ = بَعُدْتُنِّ 
e. متكلّم = orang pertama (untuk laki-laki dan perempuan).
أَنَا = بَعُدْتُ 
نَحْنُ = بَعُدْنَا 
Itulah 14 tashrif lughawi fi'il madhi, yang jumlahnya sejumlah dengan jumlah isim dhamir (14). Contoh fi'il madhi yang ditashrif dan contoh tabel tashrif fi'il madhi lengkap.

Kesimpulan tentang fi'il madhi

1. Fi'il madhi adalah fi'il yang menunjukkan suatu perbuatan yang terjadi pada masa lampau.
2. Fi'il madhi jika diilistrasikan ke bahasa Inggris adalah past tense.
3. Fi'il madhi terbagi menjadi dua, yaitu:
    a. Fi'il madhi ma'lum = bentuk aktif (kata kerja aktif), ma'lum artinya yang diketahui pelakunya.
    b. Fi'il madhi majhul = bentuk pasif, yaitu tidak diketahui pelakunya.
4. Fi'il madhi dapat ditashrifkan (tashrif lughawi) menjadi 14 pola, yaitu sesuai dengan jumlah isim dhamir yaitu empat belas.

حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ

حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ

Huruf Mudhoro’ah حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ 
Harful Mudhooro'ah   

Harful Mudhoro’ah : Harful Mudhoro'ah adalah huruf yang menjadi ciri khas dari Fi’il Mudhori’. 


Huruf mudhoro’ah ini berupa huruf  أ ~hamzah;   ن ~nun; ي ~ya  dan ت ~ta'  di singkat  أَنِيْتَ~aniyta. 


HURUF MUDHORO'AH TERLETAK DIAWAL FI'IL MUDHORI'
Pembacaan Tabel

Org III Pa/Pi
يَكْتُبُ ~ yaktubu = Dia (seorang laki-laki) sedang/akan menulis, huruf awal ي~ya 
يَكْتُبَانِ ~ yaktubaani = Mereka (dua orang laki-laki) sedang/akan menulis, huruf awal ي~ya
يَكْتُبُوْنَ ~ yaktubuuna = Mereka (para lelaki) sedang/akan menulis, huruf awal ي~ya
تَكْتُبُ ~ taktubu =  Dia (seorang perempuan) sedang/akan menulis, huruf awal  ت ~ta'
تَكْتُبَانِ ~ taktubaani = Mereka(2 orang pr.) sedang/akan menulis, huruf awal ت ~ta'
يَكْتُبْنَ ~ yaktubna =  Mereka (para perempuan) sedang/akan menulis, huruf awal ي~ya


Org II Pa/Pi
تَكْتُبُ taktubu = Kamu (seorang laki-laki) sedang/akan menulis. huruf awal ت ~ta'
تَكْتُبَانِ ~ taktubaani =  Kalian (dua orang laki-laki) sedang/akan menulis, huruf awal ت ~ta'
تَكْتُبُوْنَ ~ taktubuuna = Kalian (para lelaki) sedang/akan menulis, huruf awal ت ~ta'
تَكْتُبِيْنَ ~ taktubiina = Kamu (seorang pr.) sedang/akan menulis, huruf awal ت ~ta'
تَكْتُبَانِ ~ taktubaani = \Kalian (2 orang pr.) sedang/akan menulis, huruf awal ت ~ta'
تَكْتُبْنَ ~ taktubna  = Kalian (para perempuan) sedang/akan menulis, huruf awal ت ~ta'

Org I Pa/Pi
آَكْتُبُ aktubu= Saya (laki atau pr.) sedang/akan menulisf, huruf awal أ ~hamzah 
نَكْتُبُ ~ naktubu=Kami (2 org atau lebih lk./pr.) sedang/akan menulis, huruf awal ن~nun

Fi’il Tsulatsi Mujarrad

Fi’il Tsulatsi Mujarrad

Fi’il Tsulatsi Mujarrad


Untuk lebih mengenal bentuk Bina’ pada tiap-tiap kalimah, terlebih dahulu kita harus mengetahui bentuk kata kerjanya dilihat dari Fi’il Madhinya. Asal bentuk Fi’il Madhi itu ada dua macam,  Fi’il Tsulatsiy adalah kalimah bangsa tiga huruf, dan  Fi’il Ruba’iy adalah kalimah bangsa  empat huruf.
Apabila pada Fi’il Madhinya tersebut berjumlah asal tiga huruf maka dinamakan Fi’il Tsulatsi Mujarrad, dimana jumlah wazannya ada 6 Bab, sebagaimana tabel berikut:
WAZANMAUZUN

فَعَلَ يَفعُلُ

نَصَرَ يَنْصُرُ

فَعَلَ يَفْعِلُ

ضَرَبَ يَضْرِبُ

فَعَلَ يَفْعَلُ

مَنَحَ يَمْنَحُ

فَعِلَ يَفْعَلُ

فَضِلَ يَفْضَل

فَعُلَ يَفْعُلُ

حسُن يحسُن

فَعلَ يَفْعِلُ

حَسِبَ يَحْسِبُ

Tanda Kalimat Isim: Jar, Tanwin, Nida’, Al, Musnad

Tanda Kalimat Isim: Jar, Tanwin, Nida’, Al, Musnad

 Tanda Kalimat Isim: Jar, Tanwin, Nida’, Al, Musnad

بِالجَرِّ وَالتّنْوِيْنِ وَالنِّدَا وَاَلْ ¤ وَمُسْنَدٍ لِلإسْمِ تَمْيِيْزٌ حَصَلْ

Dengan sebab Jar, Tanwin, Nida’, Al, dan Musnad, tanda pembeda untuk Kalimat Isim menjadi berhasil.
Bab Kalam
Nadzom Alfiyah
Pada Bait ini, Mushannif menyebutkan tentang Tanda-tanda Kalimat Isim (Kata Benda). Sebagai ciri-cirinya untuk membedakan dengan Kalimat yang lain (Kalimat Fi’il/Kata Kerja dan Kalimat Huruf/Kata Tugas). Diantaranya adalah: JarTanwinNida’Al (Alif dan Lam) dan Musnad.

Jarr جر

Tanda Kalimat Isim yang pertama adalah Jar, mencakup: Jar sebab Harf, Jar sebab Idhafah dan Jar sebab Tabi’. Contoh:

مَرَرْتُ بغُلاَمِ زَيْدٍ الفَاضِلِ

Aku berjumpa dengan Anak Lelakinya Zaid yang baik itu.
Lafadz غلام dikatakan Jar sebab Harf (dijarkan oleh Kalimah Huruf), Lafadz زيد dikatakan Jar sebab Idhafah (menjadi Mudhaf Ilaih), dan Lafadz الفاضل dikatakan Jar sebab Tabi’ (menjadi Na’at/Sifat). Hal ini menunjukkan bahwa perkataan Mushannif lebih mencakup dari Qaul lain yang mengatakan bahwa tanda Kalimat Isim sebab Huruf Jarr, karena ini tidak mengarah kepada pengertian Jar sebab Idhafah dan Jar sebab Tabi’.

Tanwin تنوين

Tanda Kalimat Isim yang kedua adalah Tanwin. Tanwin adalah masdar dari Lafadz Nawwana yang artinya memberi Nun secara bunyinya bukan tulisannya. Sebagai tanda baca yang biasanya ditulis dobel ( اً-اٍ-اٌ ). Di dalam Ilmu Nahwu, Tanwin terbagi empat macam:
  • Tanwin Tamkin: yaitu Tanwin standar yang pantas disematkan kepada Kalimat-kalimat Isim yang Mu’rab selain Jamak Mu’annats Salim dan Isim yang seperti lafadz جوار dan غواش (ada pembagian khusus). Contoh: زيد dan رجل di dalam contoh:

جَاءَ زَيْدٌ هُوَ رَجُلٌ

Zaid telah datang dia seorang laki-laki
  • Tanwin Tankir: yaitu Tanwin penakirah yang pantas disematkan kepada Kalimat-kalimat Isim Mabni sebagai pembeda antara Ma’rifahnya dan Nakirahnya. Seperti Sibawaeh sang Imam Nahwu (yang Makrifah) dengan Sibawaeh yang lain (yang Nakirah). Contoh:

مَرَرْتُ بِسِبَوَيْهِ وَبِسِبَوَيْهٍ آخَرَ

Aku telah berjumpa dengan Sibawaeh (yang Imam Nahwu) dan Sibawaeh yang lain.


  • Tanwin Muqabalah: yaitu Tanwin hadapan yang pantas disematkan kepada Isim Jamak Mu’annats Salim (Jamak Salim untuk perempuan). Karena statusnya sebagai hadapan Nun dari Jamak Mudzakkar Salimnya (Jamak Salim untuk laki-laki). Contoh:

أفْلَحَ مُسْلِمُوْنَ وَمُسْلِمَاتٌ

Muslimin dan Muslimat telah beruntung.


  • Tanwin ‘Iwadh: atau Tanwin Pengganti, ada tiga macam: 
    ◊ Tanwin Pengganti Jumlah: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Lafadz إذ sebagai pengganti dari Jumlah sesudahnya. Contoh Firman Allah:

وَأنْتُمْ حِيْنَئِذٍ تَنْظًرُوْنَ

Kalian ketika itu sedang melihat.
Maksudnya ketika nyawa sampai di kerongkongan. Jumlah kalimat ini dihilangkan dengan mendatangkan Tanwin sebagai penggantinya.
◊  Tanwin Pengganti Kalimah Isim: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Lafadz كل sebagai pengganti dari Mudhaf Ilaihnya. Contoh:

كَلٌّ قَائِمٌ

Semua dapat berdiri.
Maksudnya Semua manusia dapat berdiri. Kata manusia sebagai Mudhaf Iliahnya dihilangkan dan didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.
◊  Tanwin Pengganti Huruf: yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada lafadz جوار dan غواش dan lain-lain sejenisnya, pada keadaan I’rab Rafa’ dan Jarrnya. Contoh:

هَؤُلاَءِ جَوَارٍ. وَمَرَرْتُ بِجَوَارٍ

Mereka itu anak-anak muda. Aku berjumpa dengan anak-anak muda.
Pada kedua  lafadz جوار asal bentuknya جواري kemudian Huruf Ya’ nya dibuang didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.
Pembagian macam-macam Tanwin yang telah disebutkan di atas, merupakan Tanwin yang khusus untuk tanda Kalimat Isim. Itulah yang dmaksudkan dari kata Tanwin dalam Bait tsb, yaitu Tanwin Tamkin, Tanwin Tankir, Tanwin Muqabalah dan Tanwin ‘Iwadh.
Adapun Tanwin Tarannum/Taronnum dan Tanwin Ghali, yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada Qofiyah atau kesamaan bunyi huruf akhir dalam bait-bait syair Bahasa Arab. Tidak dikhususkan untuk Kalimat Isim saja, tapi bisa digunakan untuk Kalimat Fi’il dan juga untuk Kalimat Harf.

Nida’ نداء

Tanda Kalimat Isim yang ketiga adalah Nida’. Yaitu memanggil dengan menggunakan salah satu kata panggil atau Huruf Nida’ berupa يا dan saudara-saudaranya. Huruf Nida dikhususkan kepada Kalimat Isim karena Kalimat yang jatuh sesudah Huruf Nida’ (Munada) statusnya sebagai Maf’ul Bih. Sedangkan Maf’ul Bih hanya terjadi kepada Kalimat Isim saja. Contoh:

يَا رَسُوْلَ اللهِ

Wahai Utusan Allah.

AL أل

Tanda Kalimat Isim yang keempat berupa AL أل atau Alif dan Lam. Yaitu AL yang fungsinya untuk mema’rifatkan dan AL Zaidah. Contoh:

رَجَعَ الرَجُلُ مِنَ المَكَّةَ

Orang laki-laki itu telah pulang dari kota Mekkah.
AL pada Lafadz الرَجُلُ dinamakan AL Ma’rifat, sedang AL pada Lafadz المَكَّةَ dinamakan AL Zaidah. Sedangkan AL yang selain disebut di atas, tidak khusus masuk kepada Kalimat Isim. seperti AL Isim Maushul yang bisa masuk kepada Kalimat Fi’il Mudhori’, dan AL Huruf Istifham yang bisa masuk kepada Fi’il Madhi.

Musnad  مسند

Tanda Kalimat Isim yang kelima adalah Musnad. Artinya yang disandar atau menurut Istilah yang  dihukumi dengan suatu hukum. Contoh:

قَاَمَ زَيْدٌ وَ زَيْدٌ قَائِمٌ

Zaid telah berdiri dan Zaid adalah orang yang berdiri.
Kedua Lafadz زيد pada contoh di atas merupakan Musnad atau yang dihukumi dengan suatu hukum, yaitu hukum berdiri.  Hukum berdiri pada lafadz Zaid yang pertama adalah Kata Kerja dam Hukum berdiri untuk Lafadz Zaid yang kedua adalah Khabar.

jumlah ismiyah dan jumlah fi'liyah

jumlah ismiyah dan jumlah fi'liyah

Jumlah Ismiyah
“Setiap jumlah/kalimat yang terdiri dari Mubtada dan Khobar, maka dinamakan dengan Jumlah Ismiyah.”
Misal:
1. اَلدّارُ واسِعَةٌ           Rumah itu luas
2. اَلْجَوُّ مُعتَدِلٌ            Cuaca stabil
3. اَلْغُبارُ ثائرٌ              Debu berterbangan
4. اَلشّارِعُ مُزدَحِمٌ          Jalan raya ramai
5. اَلْفَأْرَةُمُختَبِئَةٌTikus bersembunyi
Keterangan:
1. Semua permisalan di atas adalah jumlah mufidah/kalimat sempurna (susunan kata yang bisa dipahami).
2. Setiap jumlah di atas terdiri dari dua kata isim, yang pertama adalah Mubtada, dan yang kedua adalah Khobar.
3. Setiap jumlah/kalimat yang diawali dengan isim, maka nama jumlah itu adalah Jumlah Ismiyah.
 http://www.bulbul.al-irsyad.or.id/index.php/featured/350-an-nahwu-al-wadhih-9-jumlah-ismiyah

Jumlah Fi'liyah

JUMLAH FI’LIYAH

Adalah jumlah yang diawali dengan kalimah fi’il.
Terdiri dari fi’il (kata kerja) dan fa’il (pelaku).

Fa’il/subyek adalah isim yang terletak setelah fi’il ma’lum ( Kata kerja aktif) dan berfungsi sebagai pelaku kata kerja tersebut.

Apabila fa’il berbentuk muannast ( feminin) maka fi’il juga harus muannast. Begitu juga apabila berbentuk mudzakar.

Namun apabila fa’il berbentuk mutsanna (ganda) ataupun jamak (banyak) maka fi’il harus tetap mufrod (tunggal).

Contoh :

قَرَأَ مُحَمَّدٌُ (Muhammad telah membaca)
قَرَأَتْ هِنْدٌُ (Zaid sedang membaca)
يَقْرَأُ زَيْدٌُ (Hindun telah membaca)
يَقْرَأُ الطَّالِبُوْنَ (Para siswa sedang membaca)

Keterangan : kata yang berwarna merah adalah fi’il sedangkan yang berwarna putih adalah fa'il.
Pada contoh 1 dan 2 dapat kita lihat kesesuaian antara fi’il dan fa’il dalam jenisnya yaitu mudzakar dan muannast. Sedangkan pada contoh 3 dan 4 dapat kita lihat bahwa berapapun bilangan failnya fi’il harus tetap mufrod.

الْمُبْتَدَأُ وَالْخَبَرُ

الْمُبْتَدَأُ وَالْخَبَرُ

Mubtada dan Khobar


Mubtada’ adalah isim marfu’ yang biasanya terdapat di awal kalimat (Subyek)
Khobar adalah sesuatu yang dapat menyempurnakan makna mubtada’ (Predikat)
Contoh:
مُحَمَّدٌ طَبِيْبٌ (Muhammad adalah seorang dokter)
الْأُسْتَاذُ مَرِيْضٌ (Ustadz itu sakit)

Ketentuan-ketentuan Mubtada’ dan khobar 
1. Mubtada’ dan khobar merupakan isim-isim marfu’
Contoh:
الْوَلَدُ نَشِيْطٌ (Anak itu rajin)
أَبُوْكَ مَاهِرٌ (Bapakmu adalah orang yang pandai)
الْقَاضِى عَادِلٌ (Hakim itu adil)
2. Mubtada’ dan khobar harus selalu sesuai dari sisi bilangannya.
Contoh:
الْمُسْلِمُ حَاضِرٌ (Seorang muslim itu hadir)
الْمُسْلِمَانِ حَاضِرَانِ (Dua orang muslim itu hadir)
الْمُسلِمُوْنَ حَاضِرُوْنَ (Orang-orang muslim itu hadir)
3. Mubtada’ dan khobar harus selalu sesuai dari sisi jenisnya.
Contoh:
الْمُسْلِمُ صَالِحٌ (Orang muslim itu sholeh)
الْمُسْلِمَةُ صَالِحَةٌ (Orang muslimah itu sholihah)
الْمُؤْمِنُوْنَ مُجْتَهِدُوْنَ (Para lelaki mu’min itu orang yang bersungguh-sungguh)
الْمُؤْمِنَاتُ مُجْتَهِدَاتٌ (Para perempuan mu’min itu orang yang bersungguh-sungguh)

Tentang Dhomir (Kata Ganti) Bag. 1: Macam Macam Dhomir

Tentang Dhomir (Kata Ganti) Bag. 1: Macam Macam Dhomir

Tentang Dhomir (Kata Ganti) Bag. 1: Macam Macam Dhomir

Bismillah..
Dhomir itu bahasa Indonesia nya ‘kata ganti’. Seperti ‘aku’, ‘kamu’, ‘kita’ dan ‘dia’. Dhomir dalam bahasa arab ada 14. Sedangkan dalam bahasa inggris dan bahasa Indonesia jumlah kata ganti hanya 7 (bener gak?).
Dhomir adalah Isim Mabni, yaitu Isim yang tidak berubah harokat akhirnya baik dalam keadaan rofa, nashob maupun jarr sehingga kalau di i’rob nanti begini: “Fii mahalli rof’in/jarrin/nashbin” [menempati kedudukan rofa’/ jarr/ nashob]. Hanya menempati kedudukan, tapi harokat akhir tidak berubah

Dhomir ada yang terpisah/ berdiri sendiri yaitu dhomir munfashil (ضَمِيْرٌ مُنْفَصِلٌ) misalnya  هُوَ طَبِيْبٌ. Ada juga dhomir yang bersambung dengan kalimat yaitu dhomir muttasil (ضَمِيْرٌ مُتَّصِلٌ) baik dengan fiil (cth:كَتَبْتُ) isim (cth: كِتَابِهِ) atau huruf (cth: فِيهِ).
Dhomir ada yang menempati kedudukan rofa’, nashob dan jarr. Rofa’ sebagai mubtada’, khobar, fa’ilatau naibul fa’il, isim kaana; Nashob sebagai maf’ul bihi dan isiinna; dan jarr sebagai mudhof ilayhidan majrur karena didahului huruf jar. Tidak ada dhomir yang menempati kedudukan Jazm karena dhomir adalah isim dan isim tidak ada yang majzum. Apa itu rofa’, nashob, jarr, jazm? baca ini dulu.
Dhomir bisa tampak (ضَمِيْرٌ ظَاهِرٌ) misalnya كَتَبْتُada juga yang tidak tampak (ضَمِيْرٌ مُسْتَتِرٌ) contohnyaكَتَبَ.
Perinciannya bgini:
Dhomir, terbagi menjadi 3, dhomir munfashil (ضَمِيْرٌ مُنْفَصِلٌ), dhomir muttasil (ضَمِيْرٌ مُتَّصِلٌ) dan dhomir mustatir (ضَمِيْرٌ مُسْتَتِ). Ada juga yang membaginya menjadi dhomir baariz/dzohir (tampak) dan dhomir mustatir (tersembunyi) dan selanjutnya dhomir dzohir terbagi menjadi dhomir munfashil dan dhomir muttasil. Sama aja.
1. Dhomir Munfashil (ضَمِيْرٌ مُنْفَصِلٌ)  yaitu dhomir yang terpisah, berdiri sendiri. Dhomir munfashil dapat berkedudukan:
  • Rofa (ضمائر رفع منفصلة) sebagai
  1. Mubtada (مبتدأ) diawal kalimat,
  2. Khobar (خبر),
  3. Faa’il (فاعل) dan
  4. Naa’ib Faa’il (نائب الفاعل)
  • Nashob (ضمائر نصب منفصلة) sebagai
  1. Maf’ul Bihi (مفعوال به
2. Dhomir Muttashil (ضَمِيْرٌ مُتَّصِلٌ) yaitu dhomir yang selalu bersambung dengan kata (الكلمة) setelahnya. Dhomir Muttashil dapat berkedudukan:
  • Rofa’ (ضمائر رفع متصّل) sebagai
  1. Faa’il (فاعل) yaitu ketika bersambung dengan Fi’il (فعل). [cth:نَصَرْتَ]
  2. Isim Kaana dan saudara saudaranya (اسم كان و أخواتها); yaitu ketika bersambung dengan Kaana dan saudara-saudaranya. [cth: كُنْتُ]
  • Nashob (ضمائر نصب متصّل)sebagai
  1. Maf’uulun bihi (مفعول به) yaitu ketika bersambung dengan fi’il (فعل). [cth:إِيَّاكَ]
  2. Isim Inna dan saudara saudaranya (اسم  إنّ و أخواتها) yaitu ketika bersambung dengan Inna dan saudara saudaranya (إنَّه)
  • Jarr/Khofd (ضمائر  جرّ متصّل)
  1. Susunan Jar-Majrur (جر و مجرور) ketika bersambung dengan huruf Jar (حرف الجرّ). [cth: فِيْهِ]
  2. Mudhof ilayh (مضاف إليه) ketika bersambung dengan Isim (الاسم). [cth: بَلَدُهُ]
3. Dhomir Mustatir (ضَمِيْرٌ مُسْتَتِرٌ yaitu dhomir yang tidak tampak/tersembunyi dan tidak juga di lafadzkan.
Dhomir mustatir ada dua macam, (1) dhomir mustatir wujuban {الضمير المستتر وجوبا}  dan (2) dhomir mustatir jawazan {الضمير المستتر جوازا}
  1. Dhomir Mustatir Wujuban {الضمير المستتر وجوبا} adalah dhomir yang tidak bisa digantikan oleh isim dhohir yang semakna. Isim dhohirnya wajib gak tampak. Dhomir ini hanya ada pada beberapa fiil yaitu:
  • Pada Fi’il Amr dengan dhomir ‘anta [أُكْتُبْ]
  • Pada Fi’il Mudhori yang diawali dengan
-Ta’ khitoob waahid (تاء خطاب الواحد) yaituتَشْكُرُ
-Hamzah (الهمزة) yaituأَشْكُرُ
-Nuun -nahnu- yaituنَشْكُرُ
2.   Dhomir Mustatir Jawazan {الضمير المستتر وجوبا}adalah dhomir yang bisa digantikan oleh isim dhohiryang semakna.
Yang termasuk dhomir mustatir jawazan ini adalah semua fiil madhi dan mudhori dengan dhomirghooib/ghooibah
Contoh lengkap dhomir dhomir yang telah disebutkan diatas dapat dilihat di tabel berikut:
– Dhomir Dhohir (ضَمِيْرٌ ظَاهِرٌ)

Yang berwarna merah itu adalah dhomirnya. Yang paling kanan adalah dhomir munfashil (dhomir yang berdiri sendiri), sisanya  adalah dhomir muttasil 
– Dhomir Mustatir/ Tersembunyi (ضَمِيْرٌ مُسْتَتِ)

Kalau dhomir mustatir tidak ada yang berwarna merah karena seluruh dhomirnya tidak tampak dan tidak juga di lafadzkan.
==============================================
Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

فِعْل اْلأمْر

فِعْل اْلأمْر


فِعْل اْلأمْر FI'IL AMAR (Kata Kerja Perintah)

Fi'il Amar atau Kata Kerja Perintah adalah fi'il yang berisi pekerjaan yang dikehendaki oleh Mutakallim (pembicara) sebagai orang yang memerintah agar dilakukan oleh Mukhathab (lawan bicara) sebagai orang yang diperintah.

Perlu diingat bahwa yang menjadi Fa'il (Pelaku) dari Fi'il Amar (Kata Kerja Perintah) adalah Dhamir Mukhathab (lawan bicara) atau "orang kedua" sebagai orang yang diperintah untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dhamir Mukhathab terdiri dari:
 أَنْتُنَّ - أَنْتُمْ - أَنْتُمَا - أَنْتِ - أَنْتَ .


Fa'ilFi'il AmarTarjamah
أَنْتَاِفْعَلْ= (engkau -lk) kerjakanlah!
أَنْتِاِفْعَلِيْ= (engkau -pr) kerjakanlah!
أَنْتُمَااِفْعَلاَ= (kamu berdua) kerjakanlah!
أَنْتُمْاِفْعَلُوْا= (kalian -lk) kerjakanlah!
أَنْتُنَّاِفْعَلْنَ= (kalian -pr) kerjakanlah!

Contoh dalam kalimat: dari fi'il عَمِلَ (= beramal, bekerja) menjadi Fi'il Amar:
اِعْمَلْ لآِخِرَتِكَ= bekerjalah untuk akhiratmu (lk)
اِعْمَلِيْ لآِخِرَتِكِ= bekerjalah untuk akhiratmu (pr)
اِعْمَلاَ لآِخِرَتِكُمَا= bekerjalah untuk akhirat kamu berdua
اِعْمَلُوْا لآِخِرَتِكُمْ= bekerjalah untuk akhirat kalian (lk)
اِعْمَلْنَ لآِخِرَتِكُنَّ= bekerjalah untuk akhirat kalian (pr)


Dari fi'il أَقَامَ (=mendirikan) menjadi Fi'il Amar:
أَقِمْ صَلاَتَكَ= dirikanlah shalatmu (lk)
أَقِمِيْ صَلاَتَكِ= dirikanlah shalatmu (pr)
أَقِمَا صَلاَتَكُمَا= dirikanlah shalat kamu berdua
أَقِيْمُوْا صَلاَتَكُمْ= dirikanlah shalat kalian (lk)
أَقِمْنَ صَلاَتَكُنَّ= dirikanlah shalat kalian (pr)
Dari fi'il كَبَّرَ (=membesarkan) menjadi Fi'il Amar:
كَبِّرْ رَبَّكَ= besarkanlah (agungkanlah) Tuhan kamu (lk)
كَبِّرِيْ رَبَّكِ= besarkanlah (agungkanlah) Tuhan kamu (pr)
كَبِّرَا رَبَّكُمَا= besarkanlah (agungkanlah) Tuhan kamu berdua
كَبِّرُوْا رَبَّكُمْ= besarkanlah (agungkanlah) Tuhan kalian (lk)
كَبِّرْنَ رَبَّكُنَّ= besarkanlah (agungkanlah) Tuhan kalian (pr)

Sebagai catatan, bila huruf akhir yang sukun dari sebuah Fi'il bertemu dengan awalan Alif-Lam dari sebuah Isim Ma'rifah, maka baris sukun dari huruf akhir fi'il tersebut berubah menjadi baris kasrah. Contoh:
الصَّلاَةَ+أَقِمْ=أَقِمِ الصَّلاَةَ
(=shalat)
(=dirikanlah)
(=dirikanlah shalat)
Carilah contoh-contoh Fi'il Amar dalam ayat-ayat al-Quran dan al-Hadits!